Reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto pada Senin (8/9/2025) terus menyita perhatian internasional. Media asal Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), menyoroti perombakan ini dalam artikel berjudul “Can Indonesia’s Cabinet Reshuffle Restore Public Trust and Calm Protesters?”. SCMP menekankan keluarnya sejumlah pejabat penting seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menko Polhukam Budi Gunawan, serta pembentukan Kementerian Haji dan Umrah yang berdiri sendiri. Selain itu, sejumlah menteri lain juga diberhentikan, di antaranya Menpora Dito Ariotedjo, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, dan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Abdul Kadir Karding.
Dalam pemberitaannya, SCMP menyebut reshuffle dilakukan menyusul gelombang demonstrasi besar di berbagai daerah. Aksi protes yang dipicu isu tunjangan perumahan anggota parlemen tersebut berkembang menjadi kritik luas terkait ketidaksetaraan ekonomi dan tingginya biaya hidup. Situasi kian memanas setelah seorang pengemudi ojek berusia 21 tahun tewas tertabrak kendaraan polisi saat demonstrasi di Jakarta, 28 Agustus lalu. Peristiwa itu memicu bentrokan lanjutan antara aparat dan massa.
SCMP menilai langkah ini juga sarat pesan politik, mengingat sebagian besar menteri yang diberhentikan merupakan sosok dari era Presiden Joko Widodo. Menurut peneliti CSIS Indonesia, Nicky Fahrizal, keputusan tersebut menunjukkan upaya Prabowo memperkuat barisan kabinet dengan orang-orang yang dinilai loyal serta mampu menjalankan visi pemerintahannya. Hal itu pun memicu perdebatan di kalangan pengamat mengenai arah politik dan stabilitas pemerintahan ke depan.
Tak kalah sorotan adalah Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa, yang langsung menuai kontroversi usai dilantik menggantikan Sri Mulyani. Dalam pernyataannya, Purbaya menyebut protes hanya berasal dari “sebagian kecil rakyat” dan optimistis ekonomi bisa tumbuh hingga 8 persen. Ucapan ini menuai kritik luas sebelum akhirnya ia meminta maaf sehari kemudian. Para ekonom, termasuk dari Universitas Gadjah Mada, mengingatkan bahwa target pertumbuhan tinggi sulit tercapai tanpa perbaikan mendasar di bidang tata kelola, kualitas sumber daya manusia, dan efektivitas kebijakan ekonomi.
 
  
 
 Home
Home
 
							 
							