Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi mencabut hak Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa asing, sebuah keputusan yang memicu kecaman internasional, terutama dari China. Langkah ini berdampak langsung pada ribuan pelajar asing, termasuk warga negara China yang tahun lalu mencakup seperlima dari jumlah mahasiswa internasional Harvard. Pemerintah China menilai keputusan ini sebagai bentuk politisasi pendidikan, dan menyerukan penghentian tindakan semacam itu dalam hubungan internasional.
Dalam pernyataannya, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS menyebut kepemimpinan Harvard telah menciptakan lingkungan yang tidak aman, dengan tuduhan membiarkan aksi pro-teroris serta keterlibatan dengan Partai Komunis China. Departemen tersebut juga mengklaim bahwa Harvard memfasilitasi pelatihan anggota kelompok paramiliter yang terlibat dalam genosida terhadap etnis Uighur. Mahasiswa asing yang terdaftar saat ini diminta segera pindah ke institusi lain atau kehilangan status hukum mereka.
Harvard langsung merespons kebijakan tersebut dengan gugatan terhadap pemerintah, menyebut tindakan itu sebagai pelanggaran hukum dan ancaman terhadap misi akademis mereka. “Kami berkomitmen penuh untuk mempertahankan kemampuan kami dalam menampung mahasiswa dan akademisi internasional,” ujar pihak universitas, seraya menegaskan bahwa mereka tengah memberikan dukungan hukum dan emosional kepada para mahasiswa terdampak.
Situasi ini menciptakan kekacauan dan kepanikan di kalangan mahasiswa internasional, khususnya dari China. Banyak yang merasa kehilangan arah, membatalkan rencana masa depan, dan mencari nasihat hukum melalui forum-forum daring. Seorang mahasiswa bahkan menyebut dirinya “Pengungsi Harvard” dalam unggahan media sosial, menggambarkan kekalutan dan ketidakpastian yang kini mereka hadapi akibat ketegangan geopolitik yang merambah dunia pendidikan.