Pemerintah Israel tengah diselimuti kepanikan usai laporan Haaretz memuat pengakuan mengejutkan dari salah satu tentara mereka di Gaza. Sang prajurit menyatakan bahwa ia dan rekan-rekannya diperintahkan untuk menembaki warga Palestina yang sedang mengantre bantuan kemanusiaan — meski mereka tak menimbulkan ancaman apa pun. Pengakuan itu langsung memicu badai kritik dan kekhawatiran internasional.
Menanggapi laporan tersebut, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant buru-buru merilis pernyataan bersama. Mereka menyebut laporan Haaretz sebagai “kebohongan kejam” dan menyerang balik media tersebut karena dianggap menyebarkan “fitnah berdarah”. Keduanya membela Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sebagai tentara “paling bermoral di dunia” dan menegaskan tidak ada perintah resmi untuk menyerang warga sipil.
Militer Israel juga membantah keras isi laporan tersebut. Dalam keterangan resminya, IDF menyatakan bahwa pasukan mereka tidak pernah diberi arahan untuk menargetkan warga sipil, termasuk mereka yang mendekati lokasi distribusi bantuan. Mereka bahkan menyebut tentara yang diwawancarai Haaretz tidak berada di lokasi penugasan secara langsung.
Meski demikian, laporan investigatif Haaretz menggambarkan kenyataan yang berbeda. Sang prajurit bersaksi bahwa setiap hari ada korban jiwa di titik penjagaannya. Tidak ada upaya pengendalian massa. Tidak ada gas air mata. Hanya tembakan langsung — seolah setiap warga yang kelaparan dianggap musuh. Laporan tersebut juga menyebut bahwa Advokat Jenderal Militer Israel telah memerintahkan penyelidikan internal atas dugaan kejahatan perang ini.