Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pemerintah menyediakan pendidikan dasar gratis, termasuk di sekolah swasta, menuai beragam respons dari masyarakat. Meski banyak yang mendukung langkah tersebut sebagai bentuk pemerataan akses pendidikan, sebagian pihak mempertanyakan kesiapan anggaran negara. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Dr. Dian Rahma Santoso, menyebut keputusan ini merupakan penegasan atas amanat konstitusi tentang hak atas pendidikan dasar.
Dian menyambut baik putusan MK sebagai langkah strategis dalam mewujudkan pendidikan gratis selama masa wajib belajar sembilan tahun, tak hanya di sekolah negeri, tetapi juga swasta. Namun, ia juga mengingatkan adanya potensi dampak terhadap kualitas pendidikan, khususnya di sekolah swasta. Sebab, tak semua sekolah swasta didirikan karena kekurangan sekolah negeri—banyak di antaranya menjadi pelopor pendidikan kreatif dan adaptif.
Menurutnya, tantangan terbesar ada pada penyediaan anggaran yang mencukupi dan berkelanjutan. Jika pemerintah tidak hadir secara penuh, sekolah swasta bisa mengalami tekanan besar, mulai dari menurunnya mutu pengajaran hingga terhambatnya program-program unggulan. Karena itu, skema pendanaan tak bisa bersifat simbolik atau sementara, melainkan harus dirancang sistematis dan transparan agar benar-benar menopang ekosistem pendidikan.
Dian menekankan pentingnya pendataan sekolah swasta secara menyeluruh agar kebijakan ini tepat sasaran dan berkeadilan. Ia berharap implementasi putusan MK ini melibatkan koordinasi lintas sektor—dari pemerintah pusat, daerah, hingga masyarakat—agar tidak menjadi bumerang yang merusak kualitas pendidikan. “Jangan sampai kebijakan ini berhenti di atas kertas. Kita butuh aksi nyata untuk masa depan pendidikan Indonesia,” ujarnya menutup pernyataan.
 
  
 
 Home
Home
 
							 
							