Titik Terang > NASIONAL > Mengupas Makna Imlek dan Cap Go Meh dalam Tradisi Masyarakat Tionghoa

Mengupas Makna Imlek dan Cap Go Meh dalam Tradisi Masyarakat Tionghoa

Setiap tahunnya, masyarakat Tionghoa, khususnya umat Konghucu, merayakan Tahun Baru Imlek dan Cap Go Meh dengan penuh makna dan tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun. Imlek menjadi awal dari perayaan yang berlangsung selama 15 hari, sementara Cap Go Meh menandai puncak sekaligus penutup rangkaian perayaan tersebut. Perayaan ini bukan hanya momen untuk berkumpul bersama keluarga, tetapi juga wujud syukur dan harapan akan keberuntungan di tahun yang baru.

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri Nomor 1017, 2, dan 2 Tahun 2024 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025, Tahun Baru Imlek 2025 akan jatuh pada hari Rabu, 29 Januari 2025. Sementara itu, Cap Go Meh 2025 dirayakan pada hari ke-15 bulan pertama penanggalan Imlek, yaitu Rabu, 12 Februari 2025 atau tahun ke-2576 Kongzili. Dalam tradisi Tionghoa, perayaan ini melambangkan keberuntungan, kebersamaan, dan doa untuk kehidupan yang lebih baik.

Cap Go Meh memiliki arti “malam kelima belas” dalam bahasa Hokkien, di mana “Cap” berarti sepuluh, “Go” berarti lima, dan “Meh” berarti malam. Tradisi ini dikenal juga dengan sebutan Yuan Xiao Jie atau Festival Lampion, yang telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Tionghoa di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Berbagai atraksi budaya, seperti parade barongsai, tari naga, pertunjukan seni, hingga festival kuliner khas Imlek, turut meramaikan perayaan ini dan menjadi daya tarik bagi masyarakat luas.

Di Indonesia, Cap Go Meh tidak hanya dirayakan oleh masyarakat Tionghoa, tetapi juga menjadi bagian dari keberagaman budaya yang menyatukan berbagai kalangan. Tradisi ini memperlihatkan bagaimana budaya Tionghoa berbaur dengan budaya lokal dan menciptakan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat. Perayaan ini tidak hanya menjadi simbol kebahagiaan, tetapi juga momentum untuk mempererat persaudaraan dan menjaga tradisi agar tetap hidup di tengah modernisasi zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *