Titik Terang > ARTIKEL > Kepemimpinan Sejati

Kepemimpinan Sejati

Fungsi utama pemimpin adalah mengubah dan membuat perbaikan. Dan perubahan, atau perbaikan hanya bisa dicapai melalui proses meyakinkan anggotanya untuk mencapai sesuatu yang bahkan tak pernah mereka pikirkan sebelumnya. Dengan perkataan lain, untuk mewujudkan tugasnya seorang pemimpin dituntut setidak-tidaknya 3 hal: 1. Kemampuan untuk memikirkan dan melihat hal-hal yang tidak terpikirkan (visi), 2. Kemampuan meyakinkan orang lain (berjualan gagasan), 3. Kemampuan memilih dan membina orang.

Visi itu agak rumit. Bayangkan seorang gelandang sepakbola, katakanlah Andrea Pirlo atau Paul Scholes. Mereka mampu melihat peluang yang tidak dilihat oleh lawan bahkan mungkin kawan. Ketika mereka melakukan operan jauh (long pass) ke sebuah titik, striker di depan pun langsung menyambut dengan berlari ke arah bola tersebut. Ketika goal sukses, tak jarang yang lebih dipuji adalah kejelian visi gelandang dibanding ketajaman eksekusi si striker.

Ketika Paul Scholes melakukan passing jarak jauh semua penonton terdiam. Ketika bola itu menyentuh kaki striker barulah penonton bergumam “ooo itu maksudnya” di dalam hati mereka. Dan ketika goal itu sukses penonton tertanya-tanya, “bagaimana ia melakukannya?”
Seperti gelandang sepakbola, seorang pemimpin efektif memiliki insting atau feel peluang yang efektif. Adakalanya penonton, bahkan kawan berteriak menuntut gelandang melakukan passing tapi gelandang diam. Adakalanya semua penonton bahkan teman²nya diam tapi mereka membaca sebuah peluang. Itu insting. Itu seni. Itu visi.

Bab lain yang tak kalah penting adalah meyakinkan orang lain bahwa impiannya mungkin tercapai. Meyakinkan orang lain itu skill berjualan gagasan, mirip² skill seorang salesman meyakinkan pelanggan untuk membeli sebuah produk. Memimpin itu berjualan gagasan. Pemimpin gagal ketika anak buahnya menganggap gagasan dan idenya muluk-muluk atau too good to be true.

Paul Scholes dengan long pass-nya yang akurat itu akan gagal mencipta goal sekiranya strikernya adalah salah satu penonton yang berteriak-teriak mustahil. Goal itu tercipta karena striker menyetujui ide, gagasan dan visi “gila” Paul Scholes. Itu sebabnya sehebat apapun visi seorang pemimpin, ia akan gagal ketika ia tak mampu meyakinkan orang lain bahwa visinya layak dicoba dan mungkin tercapai.

Percaya atau tidak, salah satu kunci selling adalah optimisme. Prasangka baik dan keyakinan bahwa team ingin mati-matian mewujudkan visi bersama dengan kita adalah salah satu kunci sukses berjualan gagasan. Persis seperti long pass yang disepak ke sebuah titik; gelandang menuntut striker berlari ke titik itu dan menyerahkan eksekusi sepenuhnya kepada sang striker. Itu optimisme, itu percaya, itu skill berjualan gagasan, itu kepemimpinan.

Akhirnya kesuksesan kepemimpinan juga terkait dengan kemampuan memilih dan membina team. Ingat: Hanya striker dengan level tertentu yang mampu mengeksekusi pass sekelas Paul Scholes sekalipun. Di sini bedanya pemimpin dan gelandang. Gelandang tidak memilih dan membina strikernya. Tetapi pemimpin dituntut memilih dan membina anak buahnya atau eksekutor visinya.

Bagaimana pemimpin memilih eksekutor ide²nya? Untuk menguraikan secara lengkap diperlukan barangkali 3 tulisan lain. Tapi salah satu ciri eksekutor brilian adalah orang yang mempercayai idenya dan siap mati²an berjuang bersama untuk mewujudkan visinya. Pemimpin itu pelayan. Gelandang dan striker sama² pelayan klub dalam memberikan goal. Pemimpin dan anak buah sama² pelayan untuk mewujudkan visi yang akan memberi kebaikan pada orang banyak.

Makanya membina team atau anak buah, itu sebenarnya jauh lebih sederhana dari apa yang kita pikirkan. Membina team sebenarnya tak lain hanya membangunkan, atau menyadarkan mereka; betapa hebatnya mereka dan betapa besarnya kebaikan yang bisa mereka buat. Itu sebabnya pemimpin sejati, penipu ulung dan playboy (petualang cinta) memiliki kemiripan: Mereka suka meyakinkan orang lain betapa hebat/terampil/cantiknya mereka.

Ketika orang disadarkan betapa hebatnya mereka dan betapa banyaknya kebaikan yang bisa mereka wujudkan, mereka bagai harimau yang terbangun dari tidurnya; menaklukkan hutan rimba dan menduduki puncak piramida rantai makanan. Itu sebabnya, perusahaan besar sebenarnya bukanlah karya 1-2 orang. Meta atau Facebook; itu bukan karya Mark Zuckerberg sendirian. Itu adalah karya Mark bersama puluhan, ratusan atau ribuan orang yang telah “dibangunkan,” yang siap mati²an memperjuangkan visi Meta/Facebook.

Tentu adakalanya team tidak tepat. Biasanya pemimpin besar tidak akan lama bersama anak buah yang pesimis atau banyak keluhannya. Ketika ia berbicara visi, anak buah pesimis akan memberi serangkaian kesulitan dan keluhan untuk menegaskan betapa sulitnya visi itu terwujud. Dalam situasi ini, tentu kemungkinannya 50:50. 50% kemungkinan kedua²nya berubah dan berjuang mati²an. Namun ada pula 50% kemungkinan mereka berpisah mengambil jalan berbeda.

Akhirnya saya ingin mengingatkan, tugas utama pemimpin adalah mengubah dan membuat perbaikan yang bahkan melampaui ekspektasi orang. Dalam organisasi besar, pemimpin itu seperti selebritis. Misalnya seorang Presiden atau Perdana Menteri (PM); kemana mereka pergi tentulah rakyat bahagia melihat mereka, ingin memfoto dan memvideokan mereka, dan ingin berfoto dan merekam video bersama mereka. Dan itu bagus saja, tidak ada masalah.

Hanya perlu diingat, fungsi utama pemimpin bukanlah difoto, divideokan dan diajak salaman. Fungsi utama pemimpin adalah mengubah dan membuat perbaikan. Pemimpin yang sangat rajin berfoto, bervideo dan bersalaman tetapi tidak mengubah atau membuat perbaikan bukanlah pemimpin. Ia hanyalah selebritis. Atau lebih buruk lagi, ia tak lebih dari sekedar patung. Begitu sifat patung kan? Ingin kita foto, ingin pula kita foto bersamanya lalu kita share di social media. Tapi patung tak membuat kita kenyang, tercerahkan, dan tak membuat masalah kita selesai.

Patung hanya berdiri di sana; hadir tanpa memberi manfaat. Hadir difoto, divideokan, dikerumuni, tanpa memberikan solusi. Hadir di sana, tanpa memberikan perbaikan di darat dan di laut. Itu sebabnya pemimpin yang tidak mengubah tetapi aktif melakukan kunjungan tak ubahnya patung. Makanya, level kepemimpinan tertinggi ialah ketika pemimpin tidak hadir tetapi fungsinya hadir. Kebaikan, kemanfaatan, ketercerahan, solusi, perbaikan terjadi di bawah wilayah kepemimpinannya. Itulah hal yang tak bisa dikerjakan patung; itulah kepemimpinan. Kepemimpinan itu berbuat kebaikan; makanya Rasulullah saw itu pemimpin teragung! Wallahua’lam. (rhon)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *